Membebani pasangan dengan keluhan - Motivateasy

Membebani pasangan dengan keluhan


Tanpa sengaja, banyak orang yang tanpa sengaja membebani pasangannya dengan permasalahan mereka. Sekali lagi, tanpa sengaja.

Mungkin saja kita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dan toleransi yang tinggi dalam menyikapi segala permasalahan, dan kebiasaan untuk menceritakan permasalahan-permasalahan kecil dan sepele dalam hidup kita pikir merupakan cara berinteraksi yang wajar dan tidak mengganggu.

Jika kita masih berpikir demikian mungkin kutipan berikut dapat membantu menyadarkan tentang hubungan persepsi dengan masalaha.

“Apa yang sederhana dalam pikiranmu, adalah hasil resolusi dari pemikiranmu. Bukan orang lain.”

Benar, seringkali kita menceritakan kekesalan atau masalah yang sebenarnua sepele bagi kita kepada pasangan dengan asumsi bahwa pasangan akan berpikir sama dengan pemikiran kita. Tanpa penyaringan. Tanpa peringatan.

Perspektif dan respon individual

Bukankah kita sudah mengetahui bahwa setiap individu memiliki cara berfikir dan menyelesaikan masalah yang berbeda? Baik secara perspektif maupun respon, dalam hal sesederhana apapun akan terdapat perbedaan. Walaupun tanpa sengaja, prinsip-prinsip dalam hidup seseorang akan secara otomatis mengambil alih beberapa permasalahan menggunakan metode penyelesaian yang paling efektif berdasarkan pada pengalamannya.

Sebagai contoh kecil, apa yang anda lakukan ketika lampu merah (traffic light) sedang menyala dan tidak terdapat banyak orang disekitar? Umumnya, mungkin beberapa dari kita akan melanggar lampu merah tersebut apabila memang memungkinkan.

Jika kita mengambil prinsip utama dari lampu merah yang berfungsi untuk mengamankan pengguna jalan dari terjadinya kecelakaan, tentu saja melanggar lampu merah tanpa menimbulkan kecelakaan atau kerugian tersebut tidak melanggar prinsip. Namun ada beberapa orang yang mengambil prinsip lain, yaitu hukum harus ditegakkan. Maka dari persperktif mereka tindakan yang dilakukan diatas merupakan pelanggaran terhadap hukum, walaupun tidak terjadi kerugian.

Masalahnya adalah, kita tidak selalu mengetahui perspektif mana yang digunakan oleh pasangan kita dalam memberikan respon suatu masalah yang kita bagikan.

Menceritakan tanpa menjelaskan

Coba diingat kembali berapa banyak kamu menceritakan kekesalanmu pada temanmu tentang suatu hal, atau betapa menjengkelkannya pimpinanmu saat rapat, atau dosen yang sangat sulit untuk diajak berkompromi.

Ketika selesai mengeluh, kebanyakan pasangan tidak menjelaskan kondisi aman mereka dari masalah tersebut, meskipun masalah tersebut pada dasarnya akan mereka lupakan sesaat kemudian.

Kita terlupa bahwa pasangan akan ikut memikirkan masalah kita. Sesedikit apapun respon, mereka memikirkan.

Pasangan dengan empati tinggi paling sering menderita akibat kondisi keluhan yang tidak bermakna seperti ini. Mereka merasakan tekanan dari dari masalah pribadi, ditambah dengan harus menenangkan pikiran yang ikut memikirkan keluhan pasangan.

Dengan demikian, sadarkah kita bahwa telah memberikan beban berlebih kepada pasangan kita?

Mengeluh dengan tujuan

Ketika sudah mengetahui mengenai resiko tersebut, mungkin mulai saat ini sebaiknya kita secara perlahan mulai melakukan penyaringan terhadap jenis dan jumlah permasalahan yang kita ungkapkan kepada pasangan.

Prinsip mengeluh kepada pasangan adalah adanya tujuan dari keluhan tersebut, jika memang hanya suatu permasalahan yang tidak butuh solusi, beritahukanlah padanya untuk tidak memikirkan hal tersebut.

Kurangilah keluhanmu pada pasangan. Semakin banyak kita mengeluh, tidak hanya buruk bagi kesehatan mental kita tapi juga berdampak kepada pasangan.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, tugas kita bersama pasangan adalah menemukan tujuan bersama yang dapat memberikan kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan yang mungkin akan selalu timbul dalam menjalani hidup merupakan bukti bahwa kita terus memperluas kemampuan kita.